Sabtu, 23 April 2016

Contoh Bedah Kasus Perlindungan Konsumen



Ribuan Pangan Impor yang Dijual Online Ternyata Ilegal
KAMIS, 18 JUNI 2015 | 12:13 WIB


Petugas Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) meletakkan barang bukti obat dan makanan ilegal ke dalam tong saat akan dimusnahkan di halaman kantor BPOM, Jakarta (26/5). Tempo/Dian Triyuli Handoko

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyita pangan impor ilegal atau tanpa izin edar sebanyak 7.762 kemasan. Makanan itu sebagian dijual secara online. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Roy Sparringa mengatakan barang-barang ilegal itu ditemukan di gudang yang beralamat di Kompleks Pergudangan Elang Laut Blok I, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. "Kami sita kemarin malam pukul 23.00," ujar Roy saat ditemui di kantornya, Kamis, 18 Juni 2015.

Makanan-makanan tersebut, kata Roy, merupakan produk pangan olahan untuk bayi berupa biskuit,cereal, dan camilan dengan merek Gerber asal Amerika. BPOM juga menemukan 96 kemasan kosmetik ilegal yang terdiri atas sampo dan sabun bayi asal Cina dengan nilai lebih dari Rp. 500 juta. “Kedua produk tersebut dijual secara online”.


Ihwal palsu atau tidaknya produk-produk tersebut, menurut Roy, BPOM masih melakukan penelitian. Temuan tersebut menjadi persoalan yang mesti disikapi dengan serius karena telah melanggar aturan yang berlaku. “Tetap saja berisiko untuk dikonsumsi. Apalagi bayi ini merupakan kelompok yang rentan”.


Roy menambahkan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika terkait dengan temuan ini. Sebab, banyak produk impor ilegal yang dijual secara online. 

Roy mengimbau masyarakat agar selalu teliti dan waspada dalam membeli produk online. Konsumen mesti teliti dalam melihat kemasan, izin edar, dan kedaluwarsa. "Selama bulan Ramadan ini akan sangat banyak muncul produk-produk yang tidak berizin dan berbahaya," katanya.

Dari hasil pengawasan pangan dan kosmetik yang dilakukan sejak 25 Mei hingga 18 Juni 2015, BPOM telah menemukan 36.207 kemasan pangan tidak memenuhi ketentuan, yang terdiri atas pangan ilegal 18.701 kemasan, 15.707 kemasan pangan kedaluwarsa, dan 1.799 kemasan pangan rusak. "Dengan nilai keekonomian lebih dari Rp 1,5 miliar," tutur Roy. Selain itu, ditemukan 12.770 kosmetik ilegal yang mengandung bahan berbahaya dengan nilai keekonomian lebih dari Rp 257 juta.


Analisis :

          Dapat kita lihat dalam kasus ini terjadi dimana penjual makanan olahan untuk bayi, sampo dan sabun bayi yang diedarkan secara online maupun langsung kepada konsumen tidak memiliki izin jual. Produk makanan olahan bayi ini berasal dari Amerika dan dijual luas di indonesia. Barang tersebut disimpan oleh penjual di Kompleks Pergudangan Elang Laut Blok I, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Walaupun belum terbukti barang tersebut mengandung bahan berbahaya tetap akan diambil tindakan oleh kepolisian setempat. Dilihat dalam kasus tersebut BPOM menemukan kemasan pangan kadaluarsa, rusak dan tidak memiliki izin. Dan kita harus ketahui bahwa hak konsumen adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa. Tetapi di dalam indonesia pengawan akan makanan, barang-barang, ataupun jasa belum mencukupi atau untuk memberantas barang-barang berbahaya tersebut. Seharusnya kita sebagai rakyat indonesia membantu memberantas barang-barang ilegal tersebut dengan cara melaporkan kepada pihak kepolisian pada saat melihat hal yang mencurigakan yang terjadi disekitar lingkungan kita.

          Dari kasus diatas dapat diambil kesimpulan bahwa banyak pelanggaran yang dikenakan oleh penjual tersebut antara lain :


  • Pasal 8 ayat 1 (g) menyatakan : tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/ pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu
  • Pasal 8 ayat 2 menyatakan : Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
  • Pasal 8 ayat 4 menyatakan : Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.
          Para penjual atau supplier akan mendapatkan sanksi sesuai dengan pelanggaran dalam pasal diatas yaitu:
Pasal 62
  1. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).
  2. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
  3. Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.
Pasal 63

          Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman tambahan berupa:

a. perampasan barang tertentu;
b. pengumuman keputusan hakim;
c. pembayaran ganti rugi;
d. perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen;
e. kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau
f. pencabutan izin usaha.


Sumber :

http://bisnis.tempo.co/read/news/2015/06/18/090676171/ribuan-pangan-impor-yang-dijual-online-ternyata-ilegal
www.esdm.go.id/prokum/uu/1999/uu-8-1999.pdf
http://naomifriscilia.blogspot.co.id/2015/06/contoh-kasus-perlindungan-konsumen.html